Perbedaan antara psikoterapi dan konseling, pendekatan psikoterapi terhadap mental illnes, bentuk-bentuk terapi
A.
Perbedaan
antara Psikoterapi dan Konseling
Adanya
batas yang kurang tajam antara konseling dan psikoterapi sehingga sering
mengaburkan, dikemukakan ileh Hahn dan English & English (dalam Gunarsa,
2007). Namun ahli-ahli lain tetap berusaha menunjukkan adanya perbedaan antara
kegiatan konseling dan kegiatan psikoterapi, baik untuk kepentingan profesi
maupun ilmiah. Steffire dan Grant (dalam Gunarsa, 2007) mengemukakan ada
beberapa hal yang bisa dipakai sebagai usaha untuk memahami kedua terminology,
memahami berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan khusus keduanya dan untuk
bisa membedakannya, yaitu:
1. Mengenai
tujuan
Konseling bertujuan
membantu seseorang dalam menghadapi
tugas-tugas perkembangan agar bisa berlangsung lancer, misalnya, remaja yang
dibantu dalam menghadapi masalah mengenai kehidupan seksnya, masalah kebebasan
yang dituntut dari orangtua atau masalah pekerjaan yang sebaiknya diambil. Hahn
& Maclean (dalam Gunarsa, 2007), mengemukakan mengenai tujuan konseling
yakni menitik beratkan pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak
dirinya tidak timbul, sedangkan psikoterapi terlebih dahulu menangani
penyimpangan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha pencegahannya.
Blocher (dalam Gunarsa, 2007) membedakan konseling dengan psikoterapi dengan
melihat pada tujuannya, secara singkat sebagai berikut:
a. Pada
konseling: developmental – educative –
preventive.
b. Pada
psikoterapi: remediative – adjustive –
therapeutic.
2. Mengenai
klien, konselor dan penyelenggaranya.
Mengenai klien dan
konselor, Blocher (dalam Gunarsa, 2007) mengemukakan cirri-cirinya untuk
membedakan antara konseling dan psikoterapi, sebagai berikut:
a. Klien
yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa,
tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu memilih tujuan-tujuannya, membuat
keputusan dan secara umum bisa bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri
dan terhadap hari depannya.
b. Konseling
dipusatkan pada keadaan sekarang dan yang akan datang.
c. Klien
adalah klien dan bukan pasien. Konselor bukanlah tokoh otoriter namun adalah
seorang “pendidik” dan “mitra” dari klien dalam melangkah bersama untuk
mencapai tujuan.
d. Konselor
tidaklah netral secara moral atau tidak bermoral, melainkan memiliki
nilai-niali, perasaan dan normanya sendiri, meskipun konselor tidak perlu
memaksakan hal ini kepada klien, namun ia juga tidak menutupinya.
e. Konselor
memusatkan pada perubahan perilaku, tidak hanya menumbuhkan pengertian.
Kegiatan untuk
melakukan konseling bisa dilakukan misalnya di sekolah atau Lembaga Pendidikan
yang lain, termasuk Perguruan Tinggi, Lembaga atau Biro khusus atau praktik
pribadi untuk memberikan layanan mengenai hal itu.
3. Mengenai
metode
Perbedaan mengenai
metode ini kemudian diringkas oleh Stefflre & Grant (dalam Gunarsa, 2007)
sebagai berikut:
Konseling ditandai oleh
jangka waktu yang lebih singkat, lebih sedikit waktu pertemuannya, lebih banyak
melakukan evaluasi psikologis, lebih memperhatikan masalah sehari-hari klien,
lebih memfokuskan pada aktivitas kesadaran, lebih memberikan nasihat, kurang
berhubungan dengan transferens, lebih menekankan pada situasi yang riil, lebih
kognitif dan berkurang intensitas emosi, lebih menjelaskan atau menerangkan dan
lebih sedikit kekaburannya.
Brammer & Shostrom (dalam
Gunarsa, 2007) mengemukakan bahwa:
a. Konseling
ditandai oleh adanya terminology seperti: “educational,
vocational, supportive, situasional, problem solving, conscious awareness,
normal, present-time dan short-term.”
b. Sedangkan
psikoterapi ditandai oleh: “supportive
[dalam keadaan krisis], reconstructive, depth emphasis, analytical, focus on
the past, neurotics and other serve emotional problems and longterm.”
B.
Pendekatan
Psikoterapi Terhadap Mental Illnes
Terdapat beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental
illness seperti:
1.
Psychoanalysis dan psychodynamic: Berfokus terhadap
mengubah masalah prilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar
masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadarnya untuk mendapat
solusi.
2.
Behavior
therapy: Berfokus
dalam hukum pembelajaran. Perilaku seseorang akan dipengaruhi proses
pembelajaran seumur hidup tokohnya adalah Ivan Pavlov yang menemukan teknik classical
conditioning assosiative learning. Inti dari pendekatan behavior
therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asossiasi
(hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi).
3.
Cognitive
therapy: Cognitive
therapy dalah penyebab difungsi pikiran dan menyebabkan difungsi perilaku.
Tokohnya Albert Ellis dan Aron Back. Tujuan utama pendekatan kognitif adalah
mengubah pola pikir dengan cara mengubah meningkatkan kesadaran dalam pola
pikir rasional, metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan
kognitif adalah collaborative empiricism, guide discovery.
4.
Humanistic
therapy:
Pendekatan humanistic therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik
dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap
manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh
karena itu dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai
fasilitator perubahan saja bukan mengarahkan perubahan.
5.
Integrative
therapy: Apabila
seseorang klien mengalami komplikasi gangguan psikologis yang namanya tidak
cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja.
C.
Bentuk-Bentuk
Terapi
Nietzel (1998, dalam Slamet 2003) mengemukakan bahwa
psikoterapi dapat dilakukan secara individual, dapat juga dilakukan dengan
suatu orientasi sosial, yakni merupakan psikoterapi dalam kelompok (group
therapy), bersama pasangan atau bersama keluarga. Selain itu Nietzel juga
mengemukakan bahwa intervensi klinis dapat mengambil bentuk sebagai kegiatan
rehabilitasi psikososial dan pencegahan.
1.
Terapi
psikoanalisis, teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yg
berlawanan dan agresif dari Id, serta teknik yang dilakukan dengan cara
menggali permasalahan atau pengalaman dimasa lalu dan dorongan yang tidak
disadari.
2.
Terapi
humanistik, teknik dengan pendekatan fenomologi kepribadian yang membantu
individu menyadari diri sesungguhnya.
3.
Person
centered therapy,
tekniknya terpusat pada pribadi dengan memberikan suasana aman, bebas agar
klien mengeksplorasi dengan nyaman.
4.
Logo
terapi (Frankl), bentuk penyembuhan melalui penemuan-penemuan makna dan
pengembangan makna hidup, lebih dikenal dengan therapy through meaning.
5.
Analisis
Transaksional (Berne), teknik Analisis Transaksional dilakukan bahwa setiap
transaksi dianalisis, klien nampaknya menggelakkan tanggung jawab yang
diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien dapat
menyeimbangkan Egogramnya serta melakukan intsrospeksi terhadap “games”
yang dijalaninya.
6.
Rational
Emotive Therapy
(Ellis), tekniknya dengan melakukan disputing intervention (meragukan/
membantah) terhadap keyakinan dan pemikiran yang tidak rasional pada agar
berubah pada keyakinan , pemikiran dan falsafah rasional yang baru, sehingga
lahir perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa
tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi
yang ada.
7.
Terapi
perilaku (Behavior Therapy), teknik ini menggunakan prinsip belajar
untuk memodifikasi perilaku individu.
8.
Terapi
kelompok (Group Therapy) dan Terapi keluarga (Family Therapy),
teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan
perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa
Sumber:
Gunarsa, S. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
http://sisykurniaasih.blogspot.com/2013_03_01_archive.html
(diakses 25 Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar