Rabu, 25 Maret 2015

Psikoterapi # (tugas 2)

Perbedaan antara psikoterapi dan konseling, pendekatan psikoterapi terhadap mental illnes, bentuk-bentuk terapi

A.    Perbedaan antara Psikoterapi dan Konseling
Adanya batas yang kurang tajam antara konseling dan psikoterapi sehingga sering mengaburkan, dikemukakan ileh Hahn dan English & English (dalam Gunarsa, 2007). Namun ahli-ahli lain tetap berusaha menunjukkan adanya perbedaan antara kegiatan konseling dan kegiatan psikoterapi, baik untuk kepentingan profesi maupun ilmiah. Steffire dan Grant (dalam Gunarsa, 2007) mengemukakan ada beberapa hal yang bisa dipakai sebagai usaha untuk memahami kedua terminology, memahami berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan khusus keduanya dan untuk bisa membedakannya, yaitu:
1.      Mengenai tujuan
Konseling bertujuan membantu seseorang dalam  menghadapi tugas-tugas perkembangan agar bisa berlangsung lancer, misalnya, remaja yang dibantu dalam menghadapi masalah mengenai kehidupan seksnya, masalah kebebasan yang dituntut dari orangtua atau masalah pekerjaan yang sebaiknya diambil. Hahn & Maclean (dalam Gunarsa, 2007), mengemukakan mengenai tujuan konseling yakni menitik beratkan pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak dirinya tidak timbul, sedangkan psikoterapi terlebih dahulu menangani penyimpangan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha pencegahannya. Blocher (dalam Gunarsa, 2007) membedakan konseling dengan psikoterapi dengan melihat pada tujuannya, secara singkat sebagai berikut:
a.       Pada konseling: developmental – educative – preventive.
b.      Pada psikoterapi: remediative – adjustive – therapeutic.
2.      Mengenai klien, konselor dan penyelenggaranya.
Mengenai klien dan konselor, Blocher (dalam Gunarsa, 2007) mengemukakan cirri-cirinya untuk membedakan antara konseling dan psikoterapi, sebagai berikut:
a.       Klien yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa, tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu memilih tujuan-tujuannya, membuat keputusan dan secara umum bisa bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri dan terhadap hari depannya.
b.      Konseling dipusatkan pada keadaan sekarang dan yang akan datang.
c.       Klien adalah klien dan bukan pasien. Konselor bukanlah tokoh otoriter namun adalah seorang “pendidik” dan “mitra” dari klien dalam melangkah bersama untuk mencapai tujuan.
d.      Konselor tidaklah netral secara moral atau tidak bermoral, melainkan memiliki nilai-niali, perasaan dan normanya sendiri, meskipun konselor tidak perlu memaksakan hal ini kepada klien, namun ia juga tidak menutupinya.
e.       Konselor memusatkan pada perubahan perilaku, tidak hanya menumbuhkan pengertian.
Kegiatan untuk melakukan konseling bisa dilakukan misalnya di sekolah atau Lembaga Pendidikan yang lain, termasuk Perguruan Tinggi, Lembaga atau Biro khusus atau praktik pribadi untuk memberikan layanan mengenai hal itu.
3.      Mengenai metode
Perbedaan mengenai metode ini kemudian diringkas oleh Stefflre & Grant (dalam Gunarsa, 2007) sebagai berikut:
Konseling ditandai oleh jangka waktu yang lebih singkat, lebih sedikit waktu pertemuannya, lebih banyak melakukan evaluasi psikologis, lebih memperhatikan masalah sehari-hari klien, lebih memfokuskan pada aktivitas kesadaran, lebih memberikan nasihat, kurang berhubungan dengan transferens, lebih menekankan pada situasi yang riil, lebih kognitif dan berkurang intensitas emosi, lebih menjelaskan atau menerangkan dan lebih sedikit kekaburannya.
Brammer & Shostrom (dalam Gunarsa, 2007) mengemukakan bahwa:
a.       Konseling ditandai oleh adanya terminology seperti: “educational, vocational, supportive, situasional, problem solving, conscious awareness, normal, present-time dan short-term.”
b.      Sedangkan psikoterapi ditandai oleh: “supportive [dalam keadaan krisis], reconstructive, depth emphasis, analytical, focus on the past, neurotics and other serve emotional problems and longterm.”
B.     Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental Illnes
Terdapat beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness seperti:
1.      Psychoanalysis dan psychodynamic: Berfokus terhadap mengubah masalah prilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadarnya untuk mendapat solusi.
2.      Behavior therapy: Berfokus dalam hukum pembelajaran. Perilaku seseorang akan dipengaruhi proses pembelajaran seumur hidup tokohnya adalah Ivan Pavlov yang menemukan teknik classical conditioning assosiative learning. Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asossiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi).
3.      Cognitive therapy: Cognitive therapy dalah penyebab difungsi pikiran dan menyebabkan difungsi perilaku. Tokohnya Albert Ellis dan Aron Back. Tujuan utama pendekatan kognitif adalah mengubah pola pikir dengan cara mengubah meningkatkan kesadaran dalam pola pikir rasional, metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan kognitif adalah collaborative empiricism, guide discovery.
4.      Humanistic therapy: Pendekatan humanistic therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja bukan mengarahkan perubahan.
5.      Integrative therapy: Apabila seseorang klien mengalami komplikasi gangguan psikologis yang namanya tidak cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja.
C.    Bentuk-Bentuk Terapi
Nietzel (1998, dalam Slamet 2003) mengemukakan bahwa psikoterapi dapat dilakukan secara individual, dapat juga dilakukan dengan suatu orientasi sosial, yakni merupakan psikoterapi dalam kelompok (group therapy), bersama pasangan atau bersama keluarga. Selain itu Nietzel juga mengemukakan bahwa intervensi klinis dapat mengambil bentuk sebagai kegiatan rehabilitasi psikososial dan pencegahan.
1.      Terapi psikoanalisis, teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yg berlawanan dan agresif dari Id, serta teknik yang dilakukan dengan cara menggali permasalahan atau pengalaman dimasa lalu dan dorongan yang tidak disadari.
2.      Terapi humanistik, teknik dengan pendekatan fenomologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya.
3.      Person centered therapy, tekniknya terpusat pada pribadi dengan memberikan suasana aman, bebas agar klien mengeksplorasi dengan nyaman.
4.      Logo terapi (Frankl), bentuk penyembuhan melalui penemuan-penemuan makna dan pengembangan makna hidup, lebih dikenal dengan therapy through meaning.
5.      Analisis Transaksional (Berne), teknik Analisis Transaksional dilakukan bahwa setiap transaksi dianalisis, klien nampaknya menggelakkan tanggung jawab yang diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien dapat menyeimbangkan Egogramnya serta melakukan intsrospeksi terhadap “games” yang dijalaninya.
6.      Rational Emotive Therapy (Ellis), tekniknya dengan melakukan disputing intervention (meragukan/ membantah) terhadap keyakinan dan pemikiran yang tidak rasional pada agar berubah pada keyakinan , pemikiran dan falsafah rasional yang baru, sehingga lahir perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
7.      Terapi perilaku (Behavior Therapy), teknik ini menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu.
8.      Terapi kelompok (Group Therapy) dan Terapi keluarga (Family Therapy), teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa

Sumber:
Gunarsa, S. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar